Keputrian (Syar’i – Berprestasi – Menginspirasi)


Pada tanggal 7 oktober 2016 telah diadakan keputrian atau Muslimah Day BEM KEMA PLS di ruang 32.2.18 dengan menghadirkan pemateri Indah Khoerunnisa (wakil presiden BEM REMA UPI 2016) dan mengusung tema Syar’i – Berprestasi – Menginspirasi. Acara ini dihadiri oleh kurang lebih 25 mahasiswa dari departemen Pendidikan Luar Sekolah dan juga dari departemen lain. Acara ini berlangsung pada pukul 11.30 WIB dan berakhir pada pukul 13.00 WIB. 
Acara dipandu oleh Rida Fitriani selaku pembawa acara, dilanjutkan dengan pembacaan ayat suci Al Qur’an oleh Rian Fitriyani, dan sambutan sekaligus membuka acara Muslimah Day oleh ibu Viena Rusmiati Hasanah selaku dosen bidang kemahasiswaan departemen Pendidikan Luar Sekolah. Berikut isi materi yang bisa penulis sampaikan dari acara Muslimah Day ini.
Menjadi wanita adalah suatu keistimewaan jika kita menyadarinya. Saat di kampus atau di sekolah, acara keputrian bukanlah kegiatan asing lagi, lalu mengapa ada keputrian sedangkan keputraan tidak ada? Itu adalah salah satu keistimewaan kaum wanita. Kita dituntut untuk selalu belajar dan mempersiapkan diri agar bisa melahirkan generasi penerus yang berkualitas, salah satunya dengan agenda keputrian.
Dalam penelitianpun telah diakui, sepintardan sepandai apapun seorang ayah tidak akan menurun terhadap anak, tetapi sebaliknya, jika seorang ibu memiliki kepintaran dan kepandaian, hal itu akan menurun kepada anak. Karena itulah, kita harus berusaha agar kelak anak kita lahir dari seorang ibu yang cerdas. Usaha itu dimulai dari sekarang, dari diri sendiri dan dari hal kecil seperti menuntut ilmu dalam suatu majelis ilmu.
Seperti yang kita ketahui, bahwa menutup aurat adalah suatu kewajiban bagi seorang muslimah yang telah baligh, namun jangan sampai kerudung kita menghalangi prestasi kita, kerudung kita hanya ‘menutupi’ kepala kita, bukan otak kita. Maka dari itu, dengan posisi kita sekarang sebagai mahasiswa, kita harus menunjukka prestasi nyata selama menjadi mahasiswa.
Terkadang, tekad yang kuat diperoleh ketika dalam posisi terendah, bukan dalam posisi tertinggi. Contohnya cerita yang dialami oleh teh Indah sendiri, saat berada di bangku Madrasah Aliyah (SMA) saat hari pertama, ustadznya mengabsen dan bertanya dengan bahasa arab ‘min aina anti?’ kepada teman-teman sekelasnya, ada pula yang ditanya ‘kam juzan hafidzti?’ dan jawaban rata-rata teman-teman sekelasnya adalah minimal mereka sudah hafal 3 juz Al Qur’an. Selama ustadz itu bertanya kepada teman-teman sekelasnya, beliau merasa panik karena belum pandai berbahasa arab dan belum hafal al qur’an 1 juz pun.
Beliau berharap ustadz tersebut melewatkan namanya, tetapi harapan itu tidak terwujud, tibalah saat ustadz tersebut mengabsen nama ‘Indah Khoerunnisa’ dan ustadz tersebut bertanya ‘min aina anti?’ (dari mana (asal) kamu?) kemudian beliau menjawab ‘Majalengka’. Ustadznya bertanya kembali ‘kam juzan hafidzti?’ (sudah hafal berapa juz?) beliau ingin menjawab ‘belum’ tetapi karena tidak mengetahui bahasa arabnya, beliau hanya tertunduk lama dan akhirnya menjawab menggunakan bahasa indonesia ‘belum’. Karena beliau menjawab menggunakan bahasa indonesia, akhirnya ustadz tersebut kembali bertanya yang kali ini menggunakan bahasa indonesia ‘sudah hafal berapa juz?’ beliau menjawab ‘belum ustadz’ kemudian ustadznya kembali bertanya ‘juz 30?’ lalu beliau menjawab ‘belum ustadz’.
Karena kejadiaan tersebut, beliau merasa sangat malu dan merasa menjadi anak urutan terakhir di kelas. Dan dari itu pula beliau bertekad untuk tidak menjadi orang dengan urutan terakhir di dalam kelas, sejak saat itu beliau belajar dengan sungguh-sungguh, menghafalkan Al Qur’an dengan sungguh-sungguh dan melakukan segala hal dengan usaha terbaik yang bisa beliau kerjakan. Pernah suatu saat, beliau akan menghadapi ujian dan beliau sudah hafal kitab tebal di luar kepalanya dalam waktu H-4 sebelum ujian diadakan. Semua itu dilakukannya untuk memenuhi tekadnya di awal sekolah agar tidak lagi menjadi orang urutan terakhir.
Keadaan ekonomi juga tidak boleh menghalangi kita kaum wanita untuk berprestasi dan rendah diri. Beliau memang berasal dari keluarga yang berekonomi menengah, saat keadaan di boarding school tersebut rata-rata berasal dari keluarga yang berekonomi menengah ke atas dan saat para orang tua menjenguk teman-temannya, sebagian besar dari orang tua mereka mengendarai mobi. Berbeda dengan orang tua beliau yang menjenguk beliau hanya dengan menggunakan motor dan yang paling menjadikan tekad beliau lebih kuat lagi adalah perkataan orang tuanya saat menjenguknya ‘Teh nggak malu dijenguk pake motor? Itu temen-temen dijenguk pake mobil.’
Saat itulah beliau bertekad untuk membanggakan orang tuanya dengan apa yang dia bisa lakukan dan pembuktian itu diwujudkan dengan salah satu prestasinya di boarding school tersebut dengan menyandang gelar santri berprestasi husnul khotimah.
Dari paparan diatas, banyak sekali pelajaran dan hikmah yang dapat kita ambil. Salah satunya yaitu saat menjadi seorang wanita, saat itu pula kita menjadi calon ibu. Semua ibu pasti bertekad agar anaknya lebih baik dari pada ibunya dalam segala hal, begitu pun seorang calon ibu, kita harus bertekad dari sekarang bahwa calon anak kita harus lebih baik dari kita dengan cara menyiapkannya dari sekarang dan tidak menjadi wanita biasa-biasa saja namun harus menjadi wanita yang luar biasa sari segala aspek, baik itu kepribadian, prestasi, karya dan lain sebagainya. Anak kita harus lahir dari rahim seorang ibu yang cerdas, berprestasi dan menginspirasi.
Pesan tersirat dari kejadian-kejadian yang terjadi kepada pemateri adalah do’a menjadi senjata orang muslim terkhusus do’a orang tua. Jadi, seringlah berbakti selama berstatus anak kepada orang tua karena sukses itu dari berbagai arah penentunya. Pesan terakhir dari beliau dalam acara ini adalah “It will begin with the one small step to make a giant leap, so give your best”
Acara diakhiri dengan do’a yang dibacakan oleh Kartini dan ditutup oleh pembawa acara.

0 komentar: